Rayndra Syahdan seorang anak muda yang berani tampil beda dengan mengelola PKK, berbasis ibu-ibu menjadi sesuatu yang menghasilkan. Walaupun, sempat ragu untuk memulainya karena selalu rugi dan rugi. Namun, keyakinannya menekuni bidang pertanian membuatnya tidak patah semangat.
Menurutnya, pertanian dan peternakan memiliki masa depan yang sangat cerah, menunjang masa depan. Semangat untuk tidak menyerah membuatnya mampu mengelola kurang lebih ratusan domba dengan jenis gibas. Dalam menentukannya tidak sembarangan, melalui berbagai riset. Salah satunya adalah kesukaan warga Magelang yang lebih menyukai jenis wedus gembel atau gibas ini.
Berawal Dari Hal Sederhana
Modal memang jadi kendala utama dalam membuat sebuah kandang. Oleh karena itu, Rayndra mencoba sesuatu yang baru dengan membangun secara sederhana. Bahkan, beberapa menggunakan barang bekas. Diharapkan dengan kesederhanaan tersebut seluruh petani bisa meniru dan membuka usaha yang sama.
Satu catatan yang perlu diingat adalah kebersihan. Walaupun, tempatnya sangat bagus. Namun, standar operasinya tidak diterapkan dengan baik. Tetap saja tidak menghasilkan hewan ternak yang bagus. Sistem menjadi modal utama untuk menjalankan bisnis ini. Jadi, petani bisa mengelola sendiri tanpa perlu mencari makan di kebun.
Lokasi tempatnya membuka usaha berada di kawasan Magelang, mempunyai jenis sawah tadah hujan, sehingga saat musim kering tidak akan keluar air. Oleh karena itu, saat kemarau mereka lebih memilih menanam jagung atau ketela. Limbah dari keduanya dimanfaatkan sebagai pakan untuk domba, bisa langsung digunakan atau fermentasi.
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Membangun bangsa memang berawal dari desa, hal itu dibuktikan oleh Rayndra yang bekerja sama dengan Ibu Ketua PKK mengakomodasi kebutuhan bisnis ini. Tetapi, untuk pekerjanya adalah anak-anak muda. Hal ini bisa membantu menumbuhkan semangat dan kecintaan mereka terhadap pertanian dan peternakan.
Dengan bekerja, mereka bisa membantu mensejahterakan kehidupan keluarga dan membantu orang tua. Rayndra dan ibu-ibu menamakan gerakan ini dengan PKK milenial. Membentuk sebuah program wisata edukasi. Siklusnya tidak hanya tingkat desa saja, melainkan hingga kecamatan.
Salah satu potensi terbesar dari kawasan ini adalah ikan lele. Mereka mencoba melakukan budidaya. Biasanya memerlukan waktu kurang lebih 90 hari, tetapi di sini hanya perlu 50 hari saja. Mulai dari hulu sampai hilir sudah terkonsep secara matang, secara administrasi juga sudah dilengkapi dan mempunyai benih unggul.
Pengelolaannya sangat banyak, dari ikan lele bisa diolah menjadi berbagai macam menu makanan mulai dari di goreng dan bakar, keripik, steak, dan semuanya dikelola oleh Ibu-Ibu PKK. Sehingga, mendapatkan pendapatan dan kesejahteraan.
Hasil yang Nyata
Penjualan yang dilakukan melalui online, mereka menyadari bahwa teknologi harus sudah digunakan sebagai sesuatu hal yang positif serta membantu perekonomian warga. Alhasil, kurang lebih ada 3 rumah sakit selalu membeli produk dari kelompok PKK ini. Selanjutnya, ada program KWT.
Mereka mampu mengolah kelapa, di mana nira diubah menjadi gula semut yang pendapatannya sangat pesat. Hasilnya bahkan sampai ekspor yang penghasilannya mencapai 2 kali lipat. Menariknya, hampir semua bahan sudah bersertifikat mulai dari kelapa hingga tanah dan semuanya adalah organik
Kualitasnya ekspor dari Belanda sampai korea. Rayndra membuktikan bahwa kesejahteraan bisa dihasilkan dari sebuah usaha keras dan tidak kenal menyerah. Pintar memang harus tetapi, paling penting mampu memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber daya. Bila diolah dengan baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.
Kesejahteraan masyarakat bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah saja. Melainkan, seluruh warga bila memang mampu harus bertanggung jawab. Modal tidak perlu besar, bisa di mulai dari yang kecil dan sederhana. Hanya saja perlu kedisiplinan tinggi serta ilmu pengetahuan agar bisa menjalankannya dengan baik.